Sejak tahun 2006, saya
dan teman kuliah merintis sebuah lembaga sosial di Kota Malang yang diberi nama Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan Griya Baca. Memperingati
hari kemerdekaan memang selalu identik dengan kemeriahan suasana, mengikuti
ajang lomba-lomba, dengan tujuan akan mempererat tali persaudaraan antar warga.
Begitu juga tahun 2007, saat-saat menyenangkan bersama adik-adik binaan, kami
semakin akrab, kedekatan sesama teman mulai ada, karena sebelumnya selalu ada ‘pertengkaran
kecil’. Maklum, profesi pengamen di
tengah kerasnya kehidupan jalanan, kerap
menjadikan emosi mereka tidak stabil.
Bersama pengurus kami
mengadakan acara dadakan menyambut hari kemerdekaan. Dadakan? Yaaah, hanya dua
hari, kami- saya dan dua orang teman- menyusun rencana untuk adik-adik binaan
yang berjumlah sepuluh anak, sebenarnya di tempat kami merintis lembaga ini
terdapat anak jalanan yang jumlahnya cukup banyak, tapi sebagian dari mereka
takut bergabung karena dimarahi orang tua. Kata orang tua mereka, kalau ikut
acara kakak-kakak di lembaga, penghasilan ngamen akan turun. Sedih….padahal kami
berusaha semaksimal mungkin melakukan pendekatan kepada keluarga, tujuan kami
hanya satu ‘bermain dan belajar bareng’.
Malang, 14 Agustus 2007.
“Sepertinya, kita
terlalu memaksakan diri menyelenggarakan lomba ini dengan target peserta 50
anak?” kata Ifa, temanku
Aku mulai ragu,
“Ya sudah, kita sesuaikan dengan uang kas kita saja atau barang kali ada donator yang bisa dimintai donasi”
“Ya sudah, kita sesuaikan dengan uang kas kita saja atau barang kali ada donator yang bisa dimintai donasi”
“Ngawur kamu, rul! Dalam waktu yang mepet seperti ini?” kata Aisa
Kami semua terdiam. Pasrah.
Terbayang adik-adik binaan, betapa senangnya apabila acara ini sukses,
ketidaksiapan kami kala itu karena waktu yang terbagi, jadwal kuliah yang tidak
sinkron dan dana kas selalu menipis.
Kami pun sepakat
menyusun rencana sederhana, mulai dari lomba menggambar untuk anak seusia PAUD
dan TK, lomba kelereng, dan aneka permainan semacam icebreakers. Tiga lembar surat permohonan donasi kami buat dan kami
antar kepada tokoh masyarakat setempat. Berharap ada lembaran uang yang bisa
kami jadikan tambahan untuk hadiah.*yah begitulah, kalau urusan uang, kami
selalu berharap, trend-nya berbeda
dengan sekarang yakni mental entrepreneur-mental
kemandirian.hehehe*
Dag
dig dug
Semua anak berkumpul,
jam tujuh pagi anak-anak pada antri daftar lomba. Kami kaget bukan kepalang. Yang
ikut melebihi target.
“Waduh If, gimana nih
untuk konsumsi?” Tanyaku
“Tenang rul…tenang…kamu
segera urus para undangan saja” Ifa menghiburku
Akupun kembali tenang
dan ceria menyambut adik-adik. Mereka sangat antusias.
Sebuah mobil berhenti
di dekat aula, tempat kami lomba, sang sopir membawa dua kardus, terburu-buru,
saya mendatanginya.
“Mbak......mbak Nurul yang
mana ya?”
“Saya Nurul, pak? ada apa?
“Ini ada pesanan dari
bu Asmika, beliau nggak bisa datang dan ini ada snack ringan buat anak-anak”
“Alhamdulillah, iya pak minta tolong dibawa masuk ke ruangan panitia
ya, tolong sampaikan salam kami, terima kasih banyak”
Bu Asmika, Dosen
Brawijaya yang memang peduli dengan masalah sosial selalu hadir di tengah
kesibukan beliau. Kamipun melewati hari kemerdekaan kali dengan khidmat dan
menyenangkan, meskipun hanya dibuka dengan sambutan tanpa upacara.
![]() |
Lomba menggambar, ayoo...adik-adik, siapa yang sudah selesai? |
![]() |
Pengurus dan relawan lagi main, buat latih kekompakan nih ^_^ |
*******
Tahun 2010, seiring
berjalannya waktu lembaga ini ‘dilirik’ berbagai kalangan. Mulai dari
mahasiswa, praktisi sosial, masyarakat, pihak pemerintahan (dinas sosial) dan
media pemberitaan. Kami semakin solid dengan jumlah pengurus yang bertambah dan
para relawan yang ‘ikhlas’ bergabung dengan satu tujuan kedepan yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa, terlebih untuk anak jalanan, yang bukan tidak pernah mengenyam pendidikan
tapi karena mental yang kian hari semakin lemah. Yaa, mental untuk berubah menjadi lebih baik dari orang tua mereka.
Berbagai isu
ketidakadilan pemerintah juga sering kita layangkan, selain mengundang simpati
juga untuk wacana sosial. Di hari kemerdekaan tahun 2010, kami merayakan
upacara bendera sederhana di tanah kosong, dekat dengan rel kereta api, tidak jauh dari tempat
adik-adik binaan tinggal.
![]() |
“Hormaaaaaaaaaaat, grraaak!!” teriak
pimpinan upacara *benderanya kecil sekali.hehe
|
Lebih uniknya lagi, tahun
2011 melaksanakan upacara bendera dengan peserta upacara dalam posisi tidur. Karena sebagai bentuk ‘protesnya’
anak jalanan yang belum bisa menikmati arti kemerdekaan sesungguhnya. Ide
ini lahir dari para pengurus divisi sosial dan politik.
![]() |
Sambil nyanyi Indonesia Raya, Lho.... ntar ketiduran gimana?*ada-ada saja* |
Bagi saya, merayakan hari
kemerdekaan dalam bentuk apapun, bersama anak jalanan di Kota Malang memberi
kesan yang begitu berarti yakni nikmatnya berbagi, kebersamaan dan sebagai
bentuk syukur saya atas kenikmatan yang diberikan Allah SWT. Doaku selalu untuk
Indonesia yang lebih baik, untuk adik-adik binaan yang lebih berkarakter.
*) Penulis, Sekretaris
Umum Griya Baca tahun 2006-2008
Tulisan ini diikutkan dalam
GA Kontes Kenangan Bersama Sumiyati-Raditcelluler
Mbak Nurul apakah hingga kini masih ada Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan Griya Baca ? tolong dijawab di kolom ini, terima kasih sudah tercatat sebagai Kontes Kenangan :)
BalasHapusAlhamdulillah, masih ada bund. regenerasi, sekarang sudah punya sekolah sendiri PAUD, khusus untuk adik-adik kecil di daerah sekitarnya. kenapa bund?
BalasHapusaku punya link juga tentang topik yang kamu bahas, kamu bisa kunjungi aku di
BalasHapushttp://repository.gunadarma.ac.id80/bitstream/123456789/1102/1/10503004.pdf